Kesel banget ga ada kerjaan, jadi bikin ini deh. Here we gooooo! -----------
Dulu, dia masih sangat muda sewaktu mengenal yang namanya jatuh cinta. Cinta monyet, mungkin ini sebutan yang pantas untuk peristiwa yang dialaminya. Dia tidak terlalu menanggapi sebutan itu, yang di tau hanya bagaimana perasaan itu berawal.
***
Senin, 25 Mei 2009
Dear diary,
Sebenernya gue malas untuk bercerita sama lo tentang apa yang gue lewati hari ini. Ya, apa lagi disebabkan olehnya, si Pendek. Gue heran, kenapa bisa begitu banyak cewek-cewek yang naksir dia. Padahal kan, sebenernya dia itu gak banget. Berasa lucu, padahal garing parah. Berasa cakep, padahal....., ah gak usah disebutin deh, bikin mood ancur.
Lo tau ga yang paling memundak dari semua rasa kesal gue untuk dia? Dia dinobatkan menjadi teman sebangku gue. Great, bener-bener melengkapi kebahagian gue:)) Wali kelas emang paling jago untuk me-mix and match-kan teman sebangku gue. Beliau tau aja kalau gue girang banget sebangku dengannya. Hahaha padahal.............. Menangis darah setiap ingat ini.
Well, well, well, mari bercerita yang lain. Hmm, hari ini Sabtu, lupain kalau Sabtu itu malam Minggu, waktunya bersantai-santai! Mungkin gue bakal melahap beberapa novel yang gue pinjem di dekat sekolah. Dan girang banget besok hari Minggu, gak harus ke sekolah. Horrray! Itu tandanya gue gak akan ketemu si Pendek!
***
Minggu, 20 September 2009
Dear diary,
Capeeeeeek banget hari ini, PR menumpuk, dan susah banget tugasnya. Mau gak mau, besok gue sambung lagi di sekolah. Seengganya, inspirasi dan penyelesaian lebih baik berasal dari banyak kepala ketimbang dari kepala seorang. Lupakan tentang tugas, mari bercerita tentang yang lain. Yeay, si Pendek mulai melemah di hadapan gue, pinjam ini pinjam itu dan dia gak masalah. Kalau pun dia gak ngasih, siap-siap aja kena jitakan dari gue. Jahat ya gue? Huhuhu, habis seru sih liat dia tertindas. Kami sering berantem, tapi dia lebih sering ngalah. Gue perempuan perkasa! Hahaha.
Rabu, 4 November 2009
Dear diary,
Ada apa dengan gue?!?!?! Rawwwwrrr!!!! Kenapa jadi si Pendek yang memenuhi tiap halaman diary gue?!?!?! Dan, gue baru menyadari hari ini. Pendek, bisa gak sih pergi dari pikiran gue? Hiks, apa gue kena kutukan dari dia, ya? Pendek, maaf ya, maaf, gue gak akan lagi deh sama lo, tapi mulai sekarang lo gak usah mampir di kepala gue lagi ya. Cukup di sekolah aja kita bertemu. *lemas*
***
Minggu, 14 Februari 2010
Dear lovely diary,
Happy Valentine buat diary gue tercinta! Seneng banget soalnya lo udah nemenin suka dan duka gue selama ini, walaupun terkadang bosan juga ya denger cerita gue? Hehehe.
Oh ya, hari ini, hari yang paling menyenangkan kayaknya buat si Pendek, dia mendapat banyak cokelat dari cewek-cewek di sekolah. Aih, aih, gue cuma dikasih dikit banget sama si Pendek, padahal kan, gue suka banget sama cokelat. Dasar si Pendek pelit!!!!
***
Kamis, 6 Mei 2010
Ratih gak sengaja melihat diary-nya yang dulu tergeletak pasrah di antara buku-buku lamanya. Seperti ingin mengingat memori tempo dulu semasa SMP, dia pun membacanya. Begitu banyak kenangan akan si Pendek, yang dulu pernah menghiasi masa-masa SMP-nya. Sampai dia teringat kapan peristiwa cinta monyet itu berawal. Ya, semenjak dia tidak sebangku lagi dengan pria itu.
Sebenernya aku gak peduli betapa kerennya dia di mata gadis-gadis lain, betapa pintarnya dia di antara teman-teman sekelasku, betapa jagonya dia di setiap pertandingan basket, dan betapa merdu suaranya yang keluar dari mulutnya sewaktu bernyanyi. Di awal aku menyukainya, dia adalah seorang yang biasa-biasa saja menurutku. Aku menyukainya dengan satu alasan, ya karena aku memang memilih untuk jatuh cinta padanya.
Kata-kata ini berputar-putar di dalam pikiran Ratih. Dia tahu kalau Ryber-si Pendek tidak pernah mencintainya, dan dia memilih untuk mencintai Ryber dalam diam. Tidak terlalu banyak diungkapkan untuk seorang pria yang dicintainya, selama ini Ratih hanya bisa memberikan perhatian pada Ryber. Namun tetap saja, Ryber memang benar-benar tidak peka dengan perhatian Ratih, atau memang sengaja tidak menunjukkan kalau sebenarnya dia sudah tahu kalau Ratih jatuh cinta padanya? Entahlah.
Seperti orang yang jatuh cinta pada umumnya, Ratih juga demikian. Ketika Ryber ada di hadapannya, jantungnya berdetak sesuka hati dengan tempo yang sedikit lebih cepat. Ketika Ryber jatuh cinta pada perempuan lain, dan bukan jatuh cinta dengannya, dia pun merasa cemburu. Tapi, Ratih tetap mencintai Ryber dalam diam.
Baru ku sadari, cintaku bertepuk sebelah tangan
Kau buat remuk seluruh hatiku
Semoga waktu akan mengilhami sisi hatimu yang beku
Semoga ada datang keajaiban
Hingga akhirnya kau pun tahu
Aku mencintaimu lebih dari yang kau tahu
Meski kau takkan pernah tahu
(Dewa 19-Pupus)
Lamunan panjang Ratih diwarnai dengan iringan sendu sebuah lagu. Entah kenapa tadi dia begitu semangat untuk menggali memori tentang Ryber lewat diary kesayangannya itu. Tapi, kini dia menyesali perbuatannya itu. Air mata Ratih dengan manisnya jatuh membasahi sela-sela pipinya. Bukan menangis karena tidak pernah bisa menjadi pacarnya Ryber, tapi menangis karena sampai saat ini dia tidak bisa berhenti mencintai Ryber.
Sudah satu tahun Ratih tidak pernah bertemu lagi dengan Ryber. Mereka berada dia dua SMA yang berbeda. Awalnya, Ratih merasa yakin bahwa dia pasti bisa melupakan sosok Ryber dari kehidupannya, karena tidak ada lagi kesempatan untuk bertemu dengannya setiap hari seperti dulu, tidak ada momen-momen bersama Ryber yang mungkin akan dia ingat di sekolah ini, dan pastinya kesibukan semasa SMA akan membuatnya tidak sempat memikirikan sosok Ryber. Dan, kebetulan memang waktu tidak pernah dengan sengaja mempertemukan mereka.
***
3 Maret 2012
Kesibukan Ratih semakin menjadi-jadi, apalagi sekarang dia sudah diambang UN. Sebentar lagu akan memasuki tahap yang lebih tinggi.
Ratih berlari tergesa-gesa untuk sampai ke salah satu ruangan bimbingan belajar di dekat sekolahnya. Ini adalah hari pertamanya belajar di tempat itu.
“Seharusnya aku tidak perlu pulang ke rumah dulu kalau aku tau bakal telat seperti ini.” Ratih berkomentar pada dirinya sendiri.
Tepat di depan ruangan, dia tidak langsung masuk, perlahan-lahan dia mengatur naasnya, setelah napasnya kembali teratur dia pun masuk ke dalam ruangan itu. Ternyata, Indras, sudah lebih dulu beradandi ruangan itu dan awalnya mereka janjian untuk duduk bersama. Tapi dalam kenyataan, Ratih sudah sangat terlambat, tidak akan sempat mencari-cari di mana Indras duduk. Sambil merapikan rambutnya yang agak berantakan, dia langsung menduduki salah satu bangku kosong agak dibelakang. Tanpa memerhatikan siapa yang ada di sampingnya, dia mengeluarkan beberapa alat tulisnya, ingin segara fokus dengan apa yang diajarkan di depan.
“Ratih,” sapa seseorang yang ada di sampingnya.
Seketika Ratih menoleh ke sumber suara. Tuba-tiba napas yang semula sudah bekerja dengan teratur menjadi kembali tidak teratur. Ini seperti mimpi, si Pendek tepat di hadapannya.
“Hei, Ryber,” jawab Ratih menyembunyikan kegugupannya.
‘Ya ampun, kamu masih saja kurus ya, hahaha.” Ryber tertawa setengah suara, karena takut teman-teman yang lain merasa terganggu.
Pletak.
Ratih menjitak kepala Ryber.
“Aduh, kebiasaanmu juga masih sama, suka menjitak kepalaku,” Ryber mengelus-elus kepalanya.
Haloooo, dipastikan aku tidak akan bisa berkonsentrasi dengan pelajaran hari ini. Jantungku saja sedang asik berdetak menimbulkan suara tidak teratur, apalagi pikiranku, wajah boleh melijat ke depan, tapi pikiran dan hati tertuju ke samping. Mama, maafkan anakmu ya, hari ini aku ingin menikmati perasaan klasik dengannya.
***
Ratih tidak tahu harus merasa senang apakah sedih, mengetahui bahwa dia akan semakin sering bertemu dengan Ryber, si cinta peratamanya, si cinta monyetnya, dan entah apa pun itu sebutannya, dia tidak peduli.
Tapi, satu kesenangan yang Ratih tahu tentang Ryber adalah kejombloannya. Seperti matahari merekah di pagi hari, seperti angin bertiup kencang, seperti mimpi-mimpi indah di tiap malamnya, mengetahui bahwa Ryber jomblo.
“Ndras, itu cowok yang sering aku ceritain ke kamu,” ceritaku pada Indras.
“Ya ampun, akhirnya kamu bisa juga bertemu dengan dia setelah bertahun-tahun lamanya.”
“Ayo aku kenalin kamu sama dia.”
“Hahahaha ayo...”
Ponsel Ratih berdering. Tanda ada SMS masuk. Ternyata SMS dari Ryber, dengan semangat Ratih membukanya.
-Tih, kok nomor HP Indras ga bisa dihubungi ya?-
Ratih pun membalas SMS Ryber.
-HP-nya ketinggalan di rumah Ry, dia kan ke pucak hari ini. Emang ada apa?-
Ryber tidak membalas SMS Rtih lagi. Ratih sedikit merasa sedih, tetapi dalam hatinya tidak apa, yang penting Ryber sudah meninggalkan satu SMS di HP-nya malam ini. Itu sudah lebih dari cukup baginya.
Kamis, 24 Mei 2012
-Ry, aku udah lama banget suka sama kamu-
SMS itu pun sampai ke HP Ryber. Seketika Ratih merasa sudah berbuat kesalahan fatal. Kenapa dia bodoh sekali mengirimkan SMS seperti itu. Ratih mulai panik, SMS itu tidak bisa dibatalkan, taua dihapuskan. Tinggal menunggu balasan dari Ryber saja dan kalian tahu, jantung Ratih hampir copot. HP-nya bergetar, ada SMS dari Ryber.
-Oo gitu-
“Oh my God, jawabannya singkat banget. Ternyata benar-benar dia tidak punya perasaan apa-apa padaku. Hmm, coba aku SMS lagi,” kata Ratih dalam hatinya.
-Kau tidak marah kan karena aku mengatakan itu padamu?-
Beberapa detik kemudian, SMS dari Ryber datang lagi.
-Ya ngga lah. Itu kan hak kamu.-
Di hari itu adalah hari terakhir Ratih mengirimkan SMS kepada Ryber. Ratih berjanji gak akan menganggu Ryber lagi.
“Memang lebih baik mencintai dalam diam.” pikir Ratih.