"Halo ay. Pagiii. Bagaimana kabarmu hari ini? Kamu udah makan? Tidurnya nyenyak ga? Mimpi apa semalem? Kamu lagi apa?"
Pertanyaan-pertanyaan di atas selalu terulang setiap hari di antara kita, apakah itu kau atau aku yang memulai duluan. Malah beberapa di antaranya sering ter(di)ulang pada hari yang sama. Apa aku bosan? Tidak. Aku tak pernah bosan untuk selalu ingin tahu keadaanmu setiap saat. Perasaan yakin di dalam diriku bahwa kau dalam keadaan baik selalu haus untuk diberi kepastian. Dalam hal ini, sepertinya intensitas yang terkesan monoton dan konstan tersebut tak pernah berujung pada rasa bosan. Ada perasaan yang terasa kuat dan besar yang mampu mengatasi sebentuk kebosanan itu. Perasaan yang sepertinya adalah muara dari rasa sayang, cinta, takut, cemas, dan gundah.
Kau pernah bilang kalau kita ini saling mengagumi. Aduh, kadang aku merasa janggal, bisa-bisanya kamu kagum sama aku. Dalam pikiranku, yang ada hanya aku saja yang kagum padamu. Tapi tak apa, itu jadi suatu penghargaan terbesar yang pernah kuterima sepanjang masa hidupku. Dan aku yakin, rasa kagumu itu (aku pede berkata ini karena kamu sendiri yang mengakui) lahir saat pertama kali kita ngobrol.
Apa yang ingin kuungkapkan rasanya sederhana. Aku hanya ingin berterima kasih sama kamu, karena aku dapat belajar banyak hal darimu. Dan rasa terima kasihku itu aku pikir kurang pantas kalo sekedar aku ucapkan secara lisan, sekalipun di hadapanmu, karena aku merasa rasa terima kasihku ini tak cukup hanya dimuat pada ucapan "terima kasih". Aku enggan mengucapkannya padamu. Bagiku, perasaan ini lebih tepat untuk diresapi. Rasanya ia melampui kata-kata. Aku hanya ingin kau tau sebenar-benarnya perasaanku melalu setiap putaran waktu yang kita lalui. Hingga akhirnya ia tak lagi dibungkus dalam kata-kata, namun menyublim dengan hidup, aku dan kamu.